ETOS KERJA
KOMPETENSI DASAR
|
INDIKATOR PENCAPAIAN
|
1.3. Menghayati
nilai-nilai etos kerja dalam kehidupan sehari-hari.
|
1.3.1. Membiasakan diri menanamkan nilai-nilai
etos kerja dalam kehidupan sehari-hari.
|
2.3. Memiliki etos
kerja yang tinggi sebagai implementasi QS. al-Jumuu’ah [62]: 9-11; QS.
al-Qashash [28]: 77, dan hadis riwayat Ibnu Majah dari
Miqdam bin Ma’di kariba dan hadis riwayat Ibnu
Majah dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari
kakeknya
|
2.3.1.Mengimplementasikan etos kerja yang tinggi sebagai
implementasi QS. al-Jumuu’ah [62]: 9-11; QS. al-Qashash [28]:
77, dan hadis riwayat Ibnu Majah dari
Miqdam bin Ma’di kariba dan hadis riwayat Ibnu
Majah dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari
kakeknya
|
3.3. Memahami
ayat-ayat al-Qur'an dan hadis tentang etos kerja pada QS. al-Jumuu’ah [62]:
9-11; QS. al-Qashash [28]: 77,
dan riwayat Ibnu Majah dari
Miqdam bin Ma’di kariba dan hadis riwayat Ibnu
Majah dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari
kakeknya.
|
3.3.1. Membaca ayat dan
hadist tersebut
3.3.2.Menyebutkan makna mufradat ayat dan hadist tersebut
|
4.3.Mendemonstrasikan
hafalan dan arti per kata ayat al-Qur'an dan Hadis tentang etos kerja pada QS. al-Jumuu’ah
[62]: 9-11; QS. al-Qashash [28]: 77, dan riwayat Ibnu Majah dari
Miqdam bin Ma’di kariba dan hadis riwayat Ibnu
Majah dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari
kakeknya.
|
4.3.1. Menjelaskan
kandungan ayat dan
hadist tersebut
4.3.2.Menunjukkan perilaku etos kerja dalam kehidupan
sehari-hari.
|
Pengertian Etos Kerja
Ethos berasal
dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta
keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi
juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan,
pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.
Menurut Anoraga (2009), etos kerja merupakan
suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila
individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur
bagi eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya
sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi
kehidupan, maka etos kerja dengan sendirinya akan rendah.
Menurut Sinamo (2005), etos kerja adalah
seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang
disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika
seseorang, suatu organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigma kerja,
mempercayai, dan berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, semua itu akan
melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas. Itulah yang akan menjadi
budaya kerja.
Sinamo (2005) juga memandang bahwa etos kerja
merupakan fondasi dari sukses yang sejati dan otentik. Pandangan ini
dipengaruhi oleh kajiannya terhadap studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber
di awal abad ke-20 dan penulisan-penulisan manajemen dua puluh tahun belakangan
ini yang semuanya bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan di
berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku
kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit)
dan budaya kerja. Sinamo lebih memilih menggunakan istilah etos karena
menemukan bahwa kata etos mengandung pengertian tidak saja sebagai perilaku
khas dari sebuah organisasi atau komunitas, tetapi juga mencakup motivasi yang
menggerakkan mereka, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode
etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi,
keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, dan standar-standar.
Melalui berbagai pengertian diatas baik secara etimologis
maupun istilah dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan seperangkat sikap
atau pandangan mendasar yang dipegang sekelompok manusia untuk menilai bekerja
sebagai suatu hal yang positif bagi peningkatan kualitas kehidupan, sehingga
mempengaruhi perilaku kerjanya
Dalil Qur’an Mengenai
Keseimbangan Usaha Duniawi maupun Ukhrawi
Dalam Qs. Al Qashash :
77 yang Artinya :
“Dan carilah pada apa yang Telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.”
Analisis
Penjelasan pada ayat ini Allah memrintahkan kepada orang-orang yang
beriman agar dapat menciptakan keseimbangan antara usaha untuk memperoleh
keperluan duniawi dan usaha untuk keperluan ukhrawi. Dalam kaitannya dengan
keseimbangan urusan duniawi dan ukhrawi, diriwayatkan oleh Ibnu Askar bahwa
Nabi SAW bersabda, “Kerjakanlah urusan duniamu seakan-akan kamu akan hidup
selamanya, dan beramallah (Beribadah) untuk akhiratmu sekan-akan kamu akan mati
besok” (HR. Ibnu Askar). Selanjutnya
ayat di atas Allah memerintahkan supaya berbuat baik kepada diri dan sesamanya
(orang lain). Kebaikan Allah yang maha rahman dan rahim keada seluruh
makhluk-Nya tidak terhitung jumlahnya. Jenis-jenis perbuatan baik itu sangat
beragam, misalnya membantu orang yang membutuhkan pertolongan, menyantuni anak
yatim, bepartisipasi membangun masid, madrasah, jalan umum dan lain-lain.
Berbuat baik kepada orang lain artinya melakukan perbuatan yang baik dan
berguna untuk kepentingan orang lain, dengan segala potensi yang dimiliki. Maka
perbuatan baik itu bisa dilakukan dengan ucapan, tenaga, harta, ilmu dan
lain-lain. Dan berbuat baik terhadap diri sendiri, yaitu memelihara dan menjaga
diri dari bahaya. Misalnya memelihara diri supaya sehat jasmani dan rohani,
dengan memakan makanan yang halal lagi baik, berobat ketika sakit dan
lain-lain.
Diakhir ayat ini Allah juga memerintahkan kepada manusia agar tidak berbuat
kerusakan di muka bumi, seperti menebang hutan tanpa perhitungan, mencemari air
maupun udara, bahkan terhadap sesama manusia saling menfitnah, adu domba,
permusuhan dan pembunuhan. Semua itu sangat di benci Allah, karena akan
berakibat kerusakan alam dan hancurnya kedamaian makhluk hidup.
Hal-hal yang Menunjukkan dan Menerapkan Prilaku Beretos Kerja
i.
Allah SWT memerintahkan kepada orang mukmin agar mengupayakan keseimbangan
dalam memenuhi kepentingan duniawi dan ukhrawi.
ii.
Allah SWT memerintahkan agar selalu berbuat baik terhadap diri dan
sesamanya sebagaimana dia teah berbuat baik kepada manusia.
iii.
Allah memerintahkan kepada manusia agar tidak berbuat kerusakan dimuka bumi,
karena Allah tidak menyukai orang-orang yang demikian itu.
QS.
Al-Mujadalah: 11
Yang Artinya:
“Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Asbabu Nuzul QS. Al-Mujadalah: 11
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hati dari Muqatil bin Hibban, bahwa pada suatu
hari, yaitu hari Jum’at para pahlawan perang Badar datang ketempat pertemuan
yang penuh sesak. Orang-orang pada tidak mau memberi tempat
kepada yang baru datang itu, sehingga terpaksa mereka berdiri. Rasulullah
menyuruh berdiri pada orang-orang yang lebih dahulu duduk. Sedang para pahlawan
Badar disuruh duduk ditempat mereka. Orang-orang yang disuruh pindah tempat
merasa tersinggung perasaannya. Kemudian turunlah ayat ini sebagai perintah
kaum Muslimin untuk menaati perintah Rasulullah dan memberi kesempatan duduk
kepada sesama mukmin.[3]
Analisis QS. Al-Mujadalah ayat 11
Pada bagian akhir dari ayat 11 di atas menjelaskan bahwa Allah akan
mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang beriman dan orang-orang yang
berilmu. Orang-orang
mukmin diangkat oleh Allah dan Rasul-Nya, sedangkan orang-orang berilmu diangkat
kedudukannya karena mereka dapat memberi banyak manfaat kepada orang lain. Ilmu
disini tidak terbatas pada ilmu-ilmu agama atau keakheratan saja, tetapi
menyangkut ilmu-ilmu keduniawian. Apapun ilmu yang dimiliki seseorang bila ilmu
itu bermanfaat bagi dirinya dan orang lain maka akan mejadi pusaka bagi
pemiliknya, selain amal jariyah dan anak shaleh.[4]
Hal-hal yang Menunjukkan dan Menerapkan Perilaku Beretos Kerja
a.
Sesama mukmin hendaknya saling memberi kelapangan atau berlapang-lapang
dada terutama didalam majlis, sebagai bentuk penghargaan, penghormatan dan
kepedulian terhadap sesama saudara.
b.
Allah mengangkat derajat kepada orang-orang yang beriman dan orang-orang
yang menuntut ilmu beberapa derjat. Dan dengan ilmunya itu mereka bisa
mengamalkan ilmunya di sekolah-sekolah atau di perguruan tinggi.
c.
Allah dan Rasulnya sangat menghormati
orang-orang yang berilmu, karena jasanya umat terbimbing menuju kehidupan yang
benar dan pada kehidupan yang lebih baik.
Ciri
- Ciri Etos Kerja Islami
Dan dalam batas-batas tertentu, ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri
etos kerja tinggi pada umumnya banyak keserupaannya, utamanya pada dataran
lahiriahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain :
1. Baik dan Bermanfaat
Islam hanya memerintahkan
atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar
setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik
secara individu maupun kelompok.
2.
Kemantapan atau perfectness
Kualitas kerja yang mantap atau perfect merupakan
sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian
menjadi kualitas pekerjaan yang islami yang berarti pekerjaan
mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan
pengetahuan danskill yang optimal. Dalam konteks ini, Islam mewajibkan
umatnya agar terus menambahatau mengembangkan ilmunya dan
tetap berlatih.
3.
Kerja Keras, Tekun dan Kreatif.
Kerja keras, yang dalam
Islam diistilahkan dengan mujahadah dalam maknanya yang luas
seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni
mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap
pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta
optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan
fasilitas segala sumber daya yang diperlukan, tinggal peran manusia
sendiri dalam memobilisasi serta mendaya gunakannya secara optimal, dalam
rangka melaksanakan apa yang Allah ridhai.
4.
Berkompetisi dan Tolong-menolong
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan
persaingan dalam kualitas amal shalih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam
beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah, seperti “fastabiqul
khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan. Oleh
karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah ketaatan kepada
Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah seram;
saling mengalahkan atau mengorbankan. Akan tetapi, untuk saling membantu
(ta’awun).
5. Objektif
(Jujur)
Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan
shidiq, artinya mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan,
keyakinan dan amal perbuatan dengan nilai-nilai yang benar dalam Islam.
Tidak ada kontradiksi antara realita dilapangan dengan konsep kerja yang ada.
Dalam dunia kerja dan usaha kejujuran ditampilakan dalam bentuk kesungguhan dan
ketepatan, baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, mengakui kekurangan, dan
kekurangan tersebut diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhi dari
berbuat bohong atau menipu.
5.
Disiplin atau Konsekuen
Selanjutnya sehubungan dengan ciri-ciri etos
kerja tinggi yang berhubungan dengan sikap moral yaitu disiplin dan konsekuen,
atau dalam Islam disebut dengan amanah. Sikap bertanggung jawab terhadap
amanah merupakan salah satu bentuk akhlaq bermasyarakat secara umum, dalam
konteks ini adalah dunia kerja. Allah memerintahkan untuk menepati janji adalah
bagian dari dasar pentingnya sikap amanah. Janji atau uqud dalam
ayat tersebut mencakup seluruh hubungan, baik dengan Tuhan, diri sendiri, orang
lain dan alam semesta, atau bisa dikatakan mencakup seluruh wilayah tanggung
jawab moral dan sosial manusia. Untuk menepati amanah tersebut dituntut
kedisiplinan yang sungguh-sungguh terutama yang berhubungan dengan waktu serta
kualitas suatu pekerjaan yang semestinya dipenuhi.
6.
Konsisten dan Istiqamah
Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam
keteguhan dan kesabaran sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah
merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus. Proses
itu akan menumbuh-kembangkan suatu sistem yang baik, jujur dan terbuka, dan
sebaliknya keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi secara nyata. Orang atau
lembaga yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan dan sekaligus
akan mendapatkan solusi daris segala persoalan yang ada. Inilah janji Allah
kepadahamba-Nya yang konsisten/istiqamah.
7.
Percaya diri dan Kemandirian
Sesungguhnya daya inovasi
dan kreativitas hanyalah terdapat pada jiwa yang merdeka, karena jiwa yang
terjajah akan terpuruk dalam penjara nafsunya sendiri, sehingga dia tidak
pernah mampu mengaktualisasikan aset dan kemampuan serta potensi ilahiyah yang
ia miliki yang sungguh sangat besar nilainya. Semangat berusaha
dengan jerih payah diri sendiri merupakan hal sangat mulia posisi
keberhasilannya dalam usaha pekerjaan.
8.
Efisien dan Hemat
Agama Islam sangat menghargai harta dan
kekayaan. Jika orang mengatakan bahwa agama Islam membenci harta, adalah tidak
benar. Yang dibenci itu ialah mempergunakan harta atau mencari harta dan
mengumpulkannya untuk jalan-jalan yang tidak mendatangkan maslahat, atau tidak
pada tempatnya, serta tidak sesuai dengan ketentuan agama, akal yang sehat
dan ‘urf (kebiasaan yang baik). Demi kemaslahatan harta
tersebut, maka sangat dianjurkan untuk berperilaku hemat dan efisien dalam
pemanfaatannya, agar hasil yang dicapai juga maksimal. Namun sifat hemat di
sini tidak sampai kepada kerendahan sifat yaitu kikir atau bakhil.
Sebagian ulama membatasi sikap hemat yang dibenarkan kepada perilaku yang
berada antara sifat boros dan kikir, maksudnya hemat itu berada di tengah kedua
sifat tersebut. Kedua sifat tersebut akan berdampak negatif dalam kerja dan
kehidupan, serta tidak memiliki kemanfaatan sedikit pun, padahal Islam melarang
sesorang untuk berlaku yang tidak bermanfaat
Etika Kerja Dalam Islam
Dalam memilih
seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan
selektif. Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan
kedalaman ilmunya. Beliau senantiasa mengajak mereka agar itqon dalam bekerja.
Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an
menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja
dengan muatan ketaqwaan.
Pandangan Islam
tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda
Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung
pada niat pelakunya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah
bersabda bahwa “sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa
yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tinggi
rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya
niat. Niat juga merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau
tidak mengerjakan sesuatu. Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat
pelakunya yang tergambar pada firman Allah SWT agar kita tidak membatalkan
sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan penerima
merasa tersakiti hatinya.
Adapun hal-hal
yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut
:
1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah,
kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan
menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah
yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam
bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik
dengan relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya
pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR
Hambali)
2. Berusaha dengan cara yang halal dalam
seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang
beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. al-Baqarah:
172)
3. Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat
produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara
professional dan wajar.
4. Islam tidak membolehkan pekerjaan yang
mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal
lain yang diharamkan Allah.
5. Professionalisme yaitu kemampuan untuk
memahami dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian.
Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta
bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai
pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan
dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada
kesemrautan manajemen serta kerusakanalat-alat produksi.
Dalil Al-Qur’an tentang Etika Kerja dalam
Islam
QS. Al-Jumu’ah ayat 9-1 yang Artinya:
9. Hai orang-orang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli [1475] yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu Mengetahui.
10. Apabila Telah
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
11. Dan apabila
mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya
dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa
yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan
Allah sebaik-baik pemberi rezki.
[1475] Maksudnya:
apabila imam Telah naik mimbar dan muazzin Telah azan di hari Jum'at, Maka kaum
muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua
pekerjaannya.
Asbabun
Nuzul
Di dalam suatu
hadis diriwayatkan oleh Jabir disebutkan sebagai berikut:
“ketika Rasulullah Saw berkhutbah pada hari
Jumat, tiba-tiba datanglah rombongan unta (pembawa dagangan), maka
cepat-cepatlah sahabat Rasulullah Swt. mengunjunginya sehingga tidak tersisa
lagi (sahabat yang mendengarkan khutbah) kecuali 12 orang. Yaitu Saya
(Jabir), Abu Bakar dan Umar termasuk mereka yang tinggal. Maka Allah Swt. pun
menurunkan ayat: wa iza ra'au tijaratan au lahwan sampai akhir surat. (HR.
Bukhari, Muslim, Ahmad dan Turmuzi dari Jabir bin Abdullah)
Soal Evaluasi
Berilah tanda silang (x)
pada huruf A, B, C, D, atau E di depan jawaban yang paling benar!
1. QS. al-Jumu’ah ayat 9
termasuk ciri-ciri surat/ayat ….
A. Makkiyyah D
. Isra’iliyyah
B. Madaniyyah E.
Yamaniyyah
C. Misriyyah
2. Perhatikan ayat berikut!َ
يائيها الذين امنوا اذا نودي للصلاة من يوم الجمعة
فاسعو ال ذكر الله و ذروالبيع
Ayat diatas mengandung
maksud jika azan Jum’at telah diserukan ….
A. wajib shalat Jum’at dan
makruh berdagang
B. wajib shalat Jum’at dan
sunnah berdagang
C. wajib shalat Jum’at dan
tidak boleh berdagang
D. wajib shalat Jum’at bagi
setiap muslim
E. sunat shalat Jum’at dan
sunat berdagang
3. Maksud kalimat وذروالبيع وpada QS. al-Jumu’ah: 9 adalah ….
A. perintah tetap
melaksanakan kegiatan ketika azan sudah diserukan
B. larangan meninggalkan
kegiatan setelah azan diserukan
C. perintah meninggalkan
segala aktivitas pekerjaan setelah azan Jum’at diserukan
D. larangan jual beli
E. perintah untuk
melaksanakan jual beli
4. Perintah untuk kembali
beraktivitas pada pekerjaan setelah melaksanakan shalat Jum’at terdapat pada ….
A. QS. al-Jumu‘ah ayat 9
B. QS. al-Jumu‘ah ayat 10
C. QS. al-Jumu‘ah ayat 11
D. QS. al-Qaṣāṣ ayat 77
E. QS. al-Jumu‘ah ayat 12
5. Ketika Nabi Muhammad ṣallāllāhu
ʻalaihi wasallam sedang berkhutbah di
hari Jum’at, datanglah kailah dagang
dari Syam, sehingga jama’ah bubar, mereka meninggalkan Nabi Muhammad ṣallāllāhu
ʻalaihi wasallam berdiri di atas mimbar. Peristiwa tersebut melatar belakangi turunnya QS.
al-Jumu‘ah ayat ….
A. 7
B. 8
C. 9
D. 10
E. 11
6. Perhatikan ayat berikut!
وابتغ فيما اتاك الله الدار الاخرة ولا تنسى نصيبك من
الدنيا
Kandungan ayat tersebut
adalah ….
A. sebagai seorang muslim
kita harus lebih mementingkan kehidupan akhirat
B. sebagai seseorang yang
hidup di dunia kita harus bekerja semaksimal mungkin
C. kehidupan dunia bukanlah
tujuan akhir dari perjalanan hidup seorang manusia
D. konsep keseimbangan
pemenuhan kehidupan dunia dan akhirat
E. antara kehidupan dunia
dan akhirat tidak mungkin bisa seimbang
7. Maksud kalimat ِ ضْ الر ِ
A. jangan bermalas-malasan فَادَسَفْ الِغْبَ
ت َو adalah ….
B. jangan berlebihan
C. jangan boros
D. jangan berbuat kerusakan
E. jangan sombong dan kikir
8. Termasuk orang yang
melalaikan akhirat adalah ….
A. menjalankan puasa
B. menjalankan shalat lima
waktu
C. tolong menolong dalam
kebaikan
D. membantu orang lemah
E. meninggalkan puasa
9. Sebagaimana hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mājah, nakah yang diberikan suami kepada istri, anak,
atau pembantunya bernilai ….
A. tidak bernilai apa-apa
B. pahala
C. sedekah
D. baik
E. biasa saja
10. Arti kata yang bergaris bawah adalah …. اللهم اني اعوذبك من
العحز والكسل والجبن والهرم والبخل
A. kelemahan dan rasa takut
B. kelemahan dan kemalasan
C. kelemahan dan kepikunan
D. kelemahan dan kekikiran
E. kelemahan dan optimis
Jawaban ny ap min
BalasHapusIjin share Kak. Terima Kasih ^^
BalasHapus